Ayah, aku sedih..
Siapakah sosok ayah sebenarnya?
Sosok yang banting tulang mencari nafkah untuk anak dan istrinya. Sosok yang
tidak ingin menampakkan tetes keringatnya dari penglihatan anak dan istrinya.
Sosok yang selalu berharap untuk kebahagiaan anak dan istrinya.
“Ayah.. maafkan aku.. aku belum bisa membahagiakanmu.. aku terlalu muda untuk
memetik satu bintang agar aku berguna untukmu.. aku mencintaimu ayah..“
Di suatu kota
besar, kota yang dipenuhi penduduk dengan kebanyakan beridentitas sebagai orang
individualis ini, sosok ayah dan istrinya bersama dua anaknya Sinta (14) dan
Mira (3). Rumahnya tidak terlalu besar, setidaknya cukup untuk tempat
merebahkan segala pikiran dan rasa lelah. Seorang istri yang tidak bekerja ini
sungguh tulus untuk mendidik anaknya.
Satu bulan
lagi, Sinta akan mengikuti ujian akhir nasional di sekolahnya. Di ruang
keluarga yang sempit itu, terjadi percakapan dari keluarga bahagia ini.
"ayah,
ibu, aku ingin mengikuti ujian, tetapi SPPku belum lunas, satu bulan 250 ribu.
Sinta belum bayar dua bulan" sinta memulai percakapan
"ayah
akan carikan uangnya, tapi kamu harus lulus dan masuk di SMA favorit ya"
"tidak
masalah, tapi kenapa sinta belum bisa melunasi SPP? Ayah tidak punya
uang?"
"sinta,
kamu jangan begitu. Ibu janji bakal melunasi iuran sekolah kamu“ ibunya
menjawab.
Sedangkan
Mira sedang asik dengan mainan boneka kecilnya.
Waktu sudah
larut malam. Ayah duduk di depan rumah sambil menatap ke langit yang penuh
bintang. Sinta datang dan duduk di sampingnya. Tak ada suara yang terdengar,
hanya bunyi jangkrik dan suara jauh dari kendaraan berlalu lalang.
"sinta, ayah sayang sama kamu. Kamu jangan nakal nanti kalo sudah
cukup dewasa"
"sinta kan sudah dewasa yah"
"kamu masih dibawah 17 tahun, jangan macam macam. Jaga pergaulan kamu"
"iya, sinta janji"
"aa..aaa" Mira datang sambil memanggil
kakaknya dan berjalan layaknya balita.
Sinta menarik
adiknya masuk ke dalam rumah dan mereka tidur pulas istirahat. Sedangkan sang
ayah masih duduk diluar.
"ya
Allah.. hamba bingung harus kemana lagi hamba mendapatkan uang untuk
membayar iuran Sinta. Berilah hamba petunjukMu"
Mengingat
permohonan anaknya tadi, ia tak bisa tidur malam itu. Paginya ia bertekad
untuk
ke rumah teman akrabnya di kota sebelah. Sebut saja Indro. Pak Indro ini hidup
cukup nyaman dengan pekerjaan yang memadai dan istrinya bekerja sebagai
wirausaha yang terbilang sukses. Setibanya ayah Sinta ini di rumah pak Indro
bermodalkan kendaraan seadanya, esok harinya ia mengetuk pintu rumah pak Indro
tersebut.
"assalam’ualaikum?"
sambil mengetuk pintu
"walaikum
salam" Rani membuka pintu rumah. Rani adalah anak dari pak Indro
"bapakmu
ada?"
"ada,
tunggu sebentar. Silakan masuk pak" rani mempersilakan masuk tamu tadi.
Pak Indro
keluar dan menghampiri Ayah sinta
"apa kabar kawan.. lama tak jumpa kita"
"Alhamdulillah baik, bagaimana kamu pak?"
"baik baik.. silakan duduk" pak Indro memulai percakapan
"begini pak.. saya ingin meminjam uang 500rb, untuk biaya iuran
sekolah anak saya"
"500rb? Aduh.. pak, saya punya uang tapi semuanya untuk dipakai
sebagai bayaran lain. Ada pegangan 200rb saja nih"
"Baiklah.. tidak apa apa pak Indro, saya terima uangnya"
Pak Indro
masuk ke dalam kamar dan mengambil uang 200rb. Lalu menyerahkannya kepada ayah
Sinta.
"terimakasih pak.. kamis depan akan saya bayar"
"tidak masalah. Baiklah kalau begitu"
Mereka berjabat tangan lalu ayah Sinta mengendarai motornya dan kembali
kerumahnya.
Sesampainya di rumah. Ayah Sinta duduk dan memandangi uang 200rb tadi.
Uang yang sedang ia miliki adalah untuk kebutuhan pangan. Sedangkan ia harus
mencari pinjaman lagi untuk memenuhi biaya iuran sekolah Sinta. Pekerjaannya
yang hanya sebagai tenaga kerja terlatih, tak sedikitpun membuatnya mengeluh
dengan gaji yang seadanya.
Hari berlalu, besoknya hari jum’at dan ayah Sinta pergi lagi ke
kota yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Disitu ia menemui pak Rizal.
Beliau hanyalah orang sederhana yang hidup dengan satu istri dan dua anak. Ia
sudah berjanji dengan pak Rizal untuk meminjam uang berapapun yang bisa
dipinjamnya. Pak Rizal hanya bisa meminjamkan 100rb saja karena ia tak juga
banyak uang. Demi sang anak, ayah Sinta rela mengendarai kendaraannya ke ruma
pak Rizal hanya mencari pinjaman 100rb rupiah.
Singkat cerita, ayah Sinta berhasil meminjam uang tersebut dan kembali
lagi ke rumah kediamannya.
Dia sungguh binggung dan stress akibat memikirkan bagaimana ia harus
mencari pinjaman 200rb lagi untuk biaya iuran Sinta.
Hening dan ayah Sinta tak sedikitpun angkat bicara. Dan kalian tahu apa yang
terjadi? Di tengah istirahat dan kerja keras ayah Sinta kesana kemari mencari
pinjaman, ia terserang penyakit jantung akibat terlalu lelah dan istirahat
kurang. Ayah sinta dibawa kerumah sakit terdekat untuk di periksa. Sinta sangat
panik, ibunya lebih panic dengan Mira yang digendongnya. Mereka menuju rumah
sakit dengan mobil angkot tetangga sebelah.
Tiba dirumah sakit tepatnya malam sabtu, ayah Sinta sangat kritis. Sinta
dan Mira duduk diluar. Sinta sambil menangis dan membaca buku pelajaran karena
senin depan ia akan ujian nasional. Sang istri masuk ruangan beliau
dan berbicara dengan sang suami yang sedang kritis itu.
"pak,
kami sedih melihatmu terbujur disini, bukan masalah biaya rumah sakit, tapi aku
ingin kita melihat Sinta dan Mira nanti sudah dewasa"
"ii..yaa
bu.. dii.. lemarii ka..mar kita.. ada uang
300rb untuk.. SPP Sinta bu.."
"astagfirullah..
kamu dapat dimana uang itu mas? Kamu minjam dimana?"
"aku..
sud..aah janji dengan pak.. Indro, tolong bayarkan.. pada
beliau.. 200rb, dan ..pak Ri..zal 100rb."
Sang istri
menangis sambil memegang erat tangan suaminya. Ayah Sinta semakin merintih
kesakitan di jantungnya. Suster dan dokterpun datang ke ruangan sambil memompa
dada sang ayah Sinta.
Istri, Sinta,
dan Mira berpelukan sambil menangisi keadaan sang ayah.
"ibu..
ayah kenapa bu?" sinta terisak menangis
Dokter keluar
ruangan dan beserta suster.
"innalillahiwainnailaihi
rojiunn, maaf bu, ayah kalian sudah tiada, jantungnya terlalu parah dan semakin
lama semakin tidak bisa memompa aliran darah ditubuhnya
"ayaaaaaaaaaaahhhhhh!!"
sinta berlari masuk ke ruang rawat
Sang istri
menangis bersama dengan Mira yang digendongnya
"ayaahh.. bangunn yah.. Sinta
sayang ayah, ayah jangan pergi dulu sebelum Sinta lulus ujian minggu
depan"
Adiknya Mira
dan sang ibu berdiri di sebelah ayah yang terbujur kaku. Mira melepaskan
gendongan dari tangan ibunya dan duduk di sebelah ayahnya sambil menggoyanggkan
tubuh ayahanda.
"yahh..
bangun yahh.. bangun yahh.. ayah.. bangun.. kakaa?" Mira yang masih
kecil itu berusaha memanggil ayahnya. Namun apa daya airmata mereka tidak dapat
mengembalikan nyawa sang ayah.
Nah.. teman teman.. cerita di atas adalah kisah
nyata. Kita sebaiknya jangan membuang-buang uang untuk hal yang percuma :’)
masih banyak mereka yang membutuhkan uang. Tidak disangka mereka adalah orang
di sekitar kita.. sayangi ayah maupun ibu dan keluarga kalian. Karena keluarga
adalah segalanya. Mari kita sorakkan bahwa AKU SAYANG KELUARGAKU !